Esai
GARA-GARA SERING BERBOHONG, DIKUBUR HIDUP-HIDUP
Tidak perlu kaget, apalgi merasa kasihan membaca judul tulisan ini, karena itu hanyalah sekedar penggalan cerita yang sempat saya baca di sebuah warung yang cukup unik tempat saya singgah minum kopi dan kebetulan menyediakan buku-buku bacaan yang disediakan untuk pengunjung, sambil memesan segelas kopi dan satu porsi roti bakar untuk mengisi perut yang lagi keroncongan , ujung mata saya tiba-tiba tertuju pada sebuah buku yang menyolok bergabar kalikatur bersampul warna kuning yang berjudul DPR UNCENSORED, setelah membolak balik halaman demi halaman dan membaca isinya, saya sedikit tergelitik dengan sebuah cerita yang mungkin bisa dikategorikan anekdot ataupun cerita konyol, yang jelas sebuah cerita bisa muncul mungkin bisa berdasarkan apa yang di rasakan ataupun kenyataan yang ada dilingkungan manusia.
Singkatnya ” Ada Rombongan Anggota Parlemen tewas karena bus yang di tumpangi menabrak pohon seorang petani, kemudian sang petani yang baik hati itu mengubur semua anggota parlemen itu, karena para korban katanya adalah orang-orang terhormat maka keesokan harinya Polisi mendatangi sang petani menanyakan perihal kecelakaan tersebut, lalu sang petani menceritakan bahwa ia telah mengubur semua anggota parlemen itu, meski sebenarnya diantara korban itu ada yang mengaku bahwa ia masih hidup, lantas Polisi bertanya, kenapa bapak menguburnya bukankah ia belum meninggal , sang petani dengan polos menjawab saya menguburnya karna saya kira ia berbohong bahwa ia masih hidup. kenapa bapak mengira seperi itu, pak polisi menanyai kembali, kemudian petani itu menjawab dengan muka kepolosannya, kan memang orang-orang seperti mereka sering berbohong pak, jadi saya kira ia bohong, makanya saya menguburnya juga.”
Petani pada lakon cerita merupakan representasi dari kalangan masyarakat bawah sedangkan anggota parlemen merupakan representasi dari kaum politisi atau elit politik, dalam benak saya begitu rendahkah nilai seorang politisi di mata petani itu, bukankah mereka memiliki pekerjaan mulia untuk mensejahterakan rakyat, Astagafirullah, jangan sampai saya juga beruhdsudzon alias berperasangka buruk seperti petani itu, meski mungkin sebagian seperti itu adanya, cetusku dalam hati. Yang pasti saya tidak mau seperti anggota parlemen yang di kubur hidup-hidup karena keseringan berbohong pada rakyat, anda juga pasti tidak mau bukan ?.
Pemilu tahun 1999 yang lalu diharapkan menjadi momentum demokratisasi dan awal terbentuknya kondisi sosial, politik dan ekonomi yang lebih baik, ternyata belum mampu berfungsi sebagaimana mestinya , pemilu yang baru pertama kalinya di ikuti oleh puluhan partai politik, melahirkan berbagai cerita dan makna yang beragam, boleh dikatakan hanya melahirkan politisi-politisi dadakan yang cukup banyak jumlahnya.
Menjadi Politisi memiliki magnet yang sangat besar, hal ini dapat terlihat dari banyaknya partai baru yang bermunculan apatahlagi dengan gambar-gambar calon legislatif yang terpampang disetiap sudut-sudut kota dengan berbagai slogan untuk mencuri hati rakyat. Semoga Pemilu 2009 mendatang tidak melahirkan politisi dadakan sperti pemilu-pemilu sebelumnya.
Dalam bahasa Latin “Poli” artinya Banyak, “tics” berarti serangga penghisap darah, serangga jenis ini sangatlah berbahaya karena hanya bisa meminum darah manusia dan menularkan penyakit akut dalam tatanan bernegara utamanya penyakit Kolusi, Korupsi dan Nepotisme, namun makna yang negatif ini tentu saja tidak sepenuhnya menggambarkan sosok politisi. Politisi sesungguhnya merupakan pekerjaan yang sangat mulia yaitu bekerja demi kepentingan ataupun kesejahteraan rakyat. Merekalah orang-orang yang berjuang lewat partai-partai memenangkan pemilu demi mengejar cita-cita masing masing lewat berbagai lembaga, termasuk parlemen atau legislatif.
Parlemen ataupun legislatif merupakan keterwakilan dari kehendak rakyat, anggota parlemen atau legislatif di pilih oleh rakyat, bekerja untuk rakyat dan bertanggung jawab kepada rakyat, namun terkadang demokrasi itu total terhenti, ketika aspirasi rakyat disalurkan lewat parlemen atau legislatif, sehingga rakyat tidak lagi bisa berharap banyak terhadap parlemen ketika politisi-politisi pilihannya sudah mengenakan kekuasaannya. tidaklah mengherankan jika terkadang keputusan harus dipaksakan melalui turun di jalan atau demonstrasi, tapi yang pasti Negara ini tidak membutuhkan polytikus namun membutuhkan politisi sejati .yang mementingkan kesejahteraan masyarakat secara umum diatas kepentingan golongan, semoga…….
penulis
achmad fardi
Teater Perbatasan
0 comments:
Post a Comment